Selasa, 18 Januari 2011

PENANGANAN KECELAKAAN TRANSPORTASI OLEH KOMISI NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI (KNKT), SEARCH AND RESCUE (SAR) DAN MAHKAMAH PELAYARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah, yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak, terjadi sebelum, dalam waktu atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan karena perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkutan sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan KNKT, SAR dan mahkamah pelayaran?
2. Apa sajakah dasar hukum dari KNKT, SAR dan mahkamah pelayaran?
3. Apa sajakah syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota Mahkamah pelayaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan KNKT, SAR dan mahkamah pelayaran
2. Untuk megetahui dasar hukum dari KNKT, SAR dan mahkamah pelayaran
3. Untuk mengetahui syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota Mahkamah pelayaran


BAB II
PENANGANAN KECELAKAAN TRANSPORTASI

A. Pengertian
 KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Tranportasi)
Di Indonesia badan yang menangani investigasi kecelakaan pengangkutan disebut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang dibentuk tanggal 1 September 1999. Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 105/1999. Komisi ini bertanggung jawab untuk melakukan investigasi atas kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi di masa depan. Komisi ini berada di bawah Menteri Perhubungan. Komisi ini beranggotakan lima orang yang ditunjuk oleh Presiden untuk masa lima tahun.
Keselamatan adalah merupakan pertimbangan yang paling utama ketika komite mengusulkan rekomendasi keselamatan sebagai hasil dari suatu penyelidikan dan penelitian. komite sangat menyadari sepenuhnya bahwa ada kemungkinan implementasi suatu rekomendasi dari beberapa kasus dapat menambah biaya bagi yang terkait.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi mempunyai tugas:
a. Melakukan investigasi dan penelitian yang meliputi analisis dan evaluasi sebab-sebab terjadinya kecelakaan pengangkutan.
b. Memberikan rekomendasi bagi penyusunan perumusan kebijaksanaan keselamatan pengangkutan dan upaya pencegahan kecelakaan pengangkutan.
c. Melakukan penelitian penyebab kecelakaan pengangkutan bekerja sama dengan organisasi profesi yang berkaitan dengan penelitian penyebab kecelakaan pengangkutan.
Dalam melaksanakan tugasnya KNKT tidak hanya bekerja sendiri, tetapi perlu juga bekerja sama dengan pihak-pihak terkait ataupun organisasi-organisasi profesi yag berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh KNKT. Walaupun KNKT merupakan badan tunggal dalam arti terpisah dengan badan-badan lain, dalam melaksanakan kewajiban KNKT perlu bekerja sama dengan badan lain dalam melakukan profesi investigasi. Kerja sama tersebut, misalnya, kerja sama KNKT dengan tin SAR nasional/ internasional ataupun dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Struktur organisasi KNKT terdiri atas Ketua, Sekretariat, dan Subkomite Penelitian Kecelakaan Pengangkutan. Organisasi KNKT juga terdiri atas para ahli di bidang pengangkutan kereta api, darat, laut, dan udara. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, KNKT dibantu oleh Sekretariat, yang mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan KNKT. Sekretariat KNKT secara teknis operasional bertanggung jawab kepada Ketua KNKT. Subkomite Penelitian Kecelakaan Pengangkutan terdiri atas:
a. Subpenelitian Kecelakaan Pengangkutan Darat (termasuk kereta api);
b. Subpenelitian Kecelakaan Pengangkutan Laut; dan
c. Subpenelitian Kecelakaan Pengangkutan Udara.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) wajib mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. KNKT wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Perhubungan sekurang-kurangnya 1 kali dalam 3 bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. Segala kebutuhan biaya yang diperluka oleh KNKT di bebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Departemen Perubungan.
 SAR (Search and Rescue)
Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR).
Basarnas mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional. Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah. Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan (rescue).
Untuk mempercepat ke lokasi musibah yang tersebar dalam wilayah yang cukup luas maka Kantor SAR menempatkan Tim rescue di Pos SAR. Pos SAR ditempatkan di wilayah kantor SAR di dua tempat dengan prioritas daerah yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana/musibah.
 Mahkamah Pelayaran
Mahkamah pelayaran merupakan lembaga pemerintah da bertanggung jawab langsung kepada mentri perhubungan. Mahkamah pelayaran berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. Susunan keanggotaan Mahkamah Pelayaran terdiri atas ketua merangkap anggota, anggota dan sekretaris Mahkamah Pelayaran. Mahkamah Pelayaran dipimpin oleh seorang ketua. Untuk dapat diangkat sebagai ketua Mahkamah Pelayanan, seorang harus:
a. Memenuhi persyaratan sebagai anggota Mahkamah Pelayaran
b. Memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan structural sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil.
Penyelenggaraan tugas-tugas Mahkamah Pelayaran dalam pemeriksaan kecelakaan kapal sangat ditentukan oleh tingkat profesionalisme dan kontinuitas para Anggota Mahkamah Pelayaran tersebut.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas Mahkamah Pelayaran khususnya dalam melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal, sangat diperlukan Anggota Mahkamah Pelayaran yang betul-betul memahami masalah teknis perkapalan termasuk aspek-aspek hukum yag melingkupinya. Sehingga seorang Anggota Mahkamah Pelayaran adalah tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan dan berpengalaman, dimana tenaga ahli relative sangat terbatas. Sementara itu, untuk tetap menjamin kualitas kinerjanya, pengangkatanAnggota Mahkamah Pelayaran dilakukan sangat selektif, dimana unsure profesionalisme, keahlian, kemampuan, pengalaman dan ketelitian menjadi syarat yang harus diperhatikan dan dipenuhi.
Namun demikian, mengingat tugas dan tanggung jawab yang bersangkutan untuk mempu melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal, serta untuk pembinaan karier dan meningkatkan kesejahteraan Anggota Mahkamah Pelayaran, maka perlu mengubah beberapa ketentua dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal tersebutsesuai dengan kebituhan riil.
B. Penanganan kecelakaan pengangkutan
 Penanganan Kecelakaan Kereta Api
Penanganan kecelakaan kereta api diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian. Menurut ketentuan undang-undang tersebut dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas;
2. Menangani korban kecelakaan;
3. Memindahkan penumpang, bagasi, dan barang-barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sanpai stasiun tujuan;
4. Melaporkan kecelakaan kepada menteri perhubungan, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota;
5. Mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat;
6. Segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang;
7. Mengurus klaim asuransi korban kecelakaan.
Pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kareta api dilakukan oleh pemerintah, yaitu KNKT Subkomite Kecelakaan Pengangkutan Darat, khususnya kereta api. Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan bukan dalam kaitan dengan penyidikan (penegak hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Apabila dalam kecelakaan tersebut memang terdapat unsur melawan hukum, pemeriksaannya juga dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum. Pelaksanaan pemeriksaan dan penelitian kecelakaan kereta api dilakukan oleh suatu badan yang dibentuk atau ditugaskan oleh pemerintah, yaitu KNKT Subkomite Penelitian Kecelakaan Pengangkutan Darat khusus mengenai kecelakaan kereta api.
Hasil pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kereta api yang dibuat dalam bentuk rekomendasikan wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah (Menteri Perhubungan), Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, serta dapat diumumkan kepada publik. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan/atau Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib membiayai pemeriksaan dan penelitian tersebut wajib diansurasikan.
 Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas Darat
Penanganan kecelakaan lalu lintas diatur dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan, selanjutnya di sebut Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan jalan. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas wajib:
1. Menghentikan kendaraan.
2. Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan.
3. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi Negara Republik Indonesia terdekat.
Apabila pengemudi kendaraan bermotor yang bersangkutan karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan tersebut pada poin 1 dan 2 kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada pejabat polisi Negara Republik Indonesia terdekat. Keadaan memaksa yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa pengemudi kendaraan bermotor apabila menghentikan kendaraannya untuk menolong korban, antara lain akan dikeroyok anggota masyarakat yang marah. Keadaan seperti ini sering terjadi dalam praktik pengangkutan. Keadaan seperti ini dianggap sebagai keadaan darurat yang diatur oleh undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pelaksanaan lebih lanjut dari undang-undang nomor 14 tahun 1992 diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan termasuk di dalamnya adalah penanganan kecelakaan lalu lintas.
 Penanganan Kecelakaan Kapal
Kecelakaan kapal adalah musibah yang menimpa kapal yang disebabkan antara lain oleh peristiwa:
1. Kerusakan yang terjadi pada mesin kapal (engine breakdown);
2. Tabrakan dengan kapal lain (collision);
3. Kandas di batukarang (stranding);
4. Tenggelam karena cuaca buruk (shipwrecked); atau
5. Terbakar karena ledakan (on fire).
Pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan kapal diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran, selanjutnya ditulis undang-undang pelayaran Indonesia. Menurut ketentuan undang-undang tersebut pemerintah bertanggung jawab melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia. Pencarian dan pertolongan (search and rescue) yang dilakukan pemerintah yaitu segala daya dan upaya yang dapat diusahakan untuk meyelamatkan jiwa manusia di perairan indoseia. Setiap orang atau badan hukum yag mengoperasikan kapal atau pesawat udara wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia. Kewajiban tersebut dimaksudkan untuk membantu sebatas kemampuan sebagai potensi search and rescue (SAR) guna keberhasilan operasi pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.
Penanganan kecelakaan kapal diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran. Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 1998 tentang pemeriksaan kapal. Keputusan presiden nomor 105 tahun 1999 tentang komite nasional keselamatan trasportasi. Setiap orang yang ada di atas kapal yang mengetahui di kapalnya terjadi kecelakaan kapal, sesuai dengan batas kemampuannyawajib memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan kapal tersebut kepada:
1. Syahbandar pelabuhan terdekat jika kecelakaan kapal terjadi dalam wilayah perairan Indonesia
2. Pejabat perwakilan Republik Indonesia terdekat dan Pejabat pemerintah Negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal atau pelabuhan pertama yang disinggahi sesudah kecelakaan kapal terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.
 Penanganan Kecelakaan Pesawat Udara
Kecelakaan pesawat udara adalah musiabah yang menimpa pesawat udara yang disebabkan, antara lain oleh peristiwa:
1. Tabrakan dengan pesawat lain.
2. Hilangnya pesawat udara dalam penerbangan.
3. Jatuhnya pesawat udara.
4. Meledaknya pesawat udara.
Pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara dalam Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan. Setiap penerbangan yang sedang dalam tugas penerbangan mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang dikhawatirkan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, wajib segera memberitahukan kepada petgas lalu lintas udara. Setiap petugas lalu lintas udara yang sedang bertugas segera setelah menerima pemberitahuan tersebut atau mengetahui adanya esawat udara yang berada dalam keadaan bahaya atau dikhawatirkan mengalami keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan wajib segera memberitahukan kepada badan SAR nasional.
Penelitian penyebab kecelakan pesawat udara diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan. Keputusan presiden nomor 105 tahun 1999 tentang komite nasional keselamatan transportasi (KNKT). Setiap terjadi kecelakaan pesawat udara di wilayah Republik Indonesia dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan. Penelitian terhadap kecelakaan transportasi udara yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
C. Dasar hukum
 Dasar Hukum KNKT
 Dasar Hukum Internasional
1. UNCLOS Article 94. Duties of the Flag State; Disahkan dengan Undang-undang No.17/1985
2. IMO Resolution A.849 (20). Code for the Investigation of Marine Casualties;
3. SOLAS Chapter 1, Regulation 21;
 Dasar Hukum Nasional
1. Undang-Undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008, Bagian Keempat Investigasi Kecelakaan Kapal
- Pasal 256 berikut penjelasannya
- Pasal 257
2. Keputusan Presiden No. 105 Tahun 1999, Pasal 2 UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982
3. UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
4. PP No. 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal
5. PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan
6. PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
7. PP No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian
8. PP No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
9. PP No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
10. Keppres Nomor 105 Tahun 1999 tentang Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)
11. KM No. 7 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja KNKT
 Dasar Hukum SAR
Dasar hukum SAR:
a) UU no. 24 tahun 2007, tentang penanggulanagan bencana
b) UU no. 17 tahun 2008 , tentang pelayaran
c) UU no. 1 tahun 2009 , tentang penerbangan
d) UU no. 36 tahun 2006 , tentang pencarian dan pertolongan
e) PP no. 40 tahun 2006 , tentang pos search and rescue (pos SAR)
f) PP no. 21 tahun 2008 , tentang pepenyelengaraan penanggulangan bencana
g) Perpres no. 99 tahun 2007 , tentang basarnas LPNP
 Dasar Hukum Mahkamah Pelayaran
 Landasan Hukum Nasional
1. Ordonansi No.215 Tahun 1934 jo. No.2 Tahun 1938 dengan segala peraturan dan perubahannya, antara lain dengan Keputusan Presiden No.28 Tahun 1971 dan No.32 Tahun 1984;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang buku kedua;
3. Schepen Ordonantie 1935 dan Schepen Verordening 1935 serta peraturan dan perubahannya;
4. Undang-Undang No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran;
5. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal.
6. Keputusan Menteri No.15 Tahun 1999 tentang Organisasi Mahkamah Pelayaran
7. Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2000 tentang Kepelautan;
8. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2002 tentang Perkapalan;
9. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas PP No.1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.62 Tahun 2005;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No.43 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No.37 Tahun 2006.
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.55 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kecelakaan Kapal
 Landasan Hukum Internasional
1. Safety of Life at Sea Conventation (SOLAS) Tahun 1974.
2. Standard Training Certification and Watch Keeping (STCW) Tahun 1978;
3. Marine Polution (MARPOL) Tahun 1978;
4. Collition Regulation (CORLEG) Tahun 1972;
5. International Safety Management Code (ISM Code);
6. International Convention On Civil Liability for Oil Polution (CLC) Tahun 1969;
7. International Convention on The Established of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage Tahun 1971;
8. International Convention on Safety Containers Tahun 1972;
9. Torremolinos International Convention for The Safety of Fishing Vessles Tahun 1977.
D. Syarat-Syarat Untuk Diangkat Menjadi Anggota Mahkamah Pelayaran
Untuk dapat diangkat sebagai Ketua Mahkamah Pelayaran, seorang calon harus:
a. Memenuhi persyaratan sebagai Anggota Mahkamah Pelayaran;
b. Memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.”
Ketua Mahkamah Pelayaran berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah jabatan struktural Eselon II a. Oleh karena itu, selain harus memenuhi persyaratan sebagai Anggota Mahkamah Pelayaran, seorang calon harus memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan struktural dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Jumlah Anggota Mahkamah Pelayaran sebanyak-banyaknya 15 (lima belas) orang yang mempunyai kualifikasi pendidikan sebagai berikut:
a. Sarjana Hukum
b. Ahli Nautika Tingkat II
c. Ahli Teknika Tingkat II
d. Sarjana Teknik Perkapalan
Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Mahkamah Pelayaran, seorang calon harus memenuhi persyaratan:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
c. Memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sekurang-kurangnya 12 (dua belas) tahun;
d. Memiliki kualifikasi pendidikan sebagai Sarjana Hukum, Ahli Nautika Tingkat II, Ahli Teknika Tingkat II atau Sarjana Teknik Perkapalan.
Bagi calon Anggota Mahkamah Pelayaran yang memiliki kualifikasi pendidikan sebagai Ahli Nautika Tingkat II atau Ahli Teknika Tingkat II, yang bersangkutan dipersyaratkan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Kesyahbandaran Tingkat I dan Marine Inspector Tingkat A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar